IKLAN TELEVISI DALAM PERSEPSI KOMUNIKAN
Deddi Duto Hartanto
Dosen Jurusan Desain Komunikasi Visual
Fakultas Seni dan Desain – Universitas Kristen Petra
Dosen Jurusan Desain Komunikasi Visual
Fakultas Seni dan Desain – Universitas Kristen Petra
ABSTRAK
Berkembang pesatnya dunia periklanan di Indonesia tidak terlepas dari peranan televisi
swasta. Munculnya televisi swasta dengan iklan televisinya berhasil menggeser posisi iklan media
cetak dan radio. Setiap tayangan hiburan, informasi, film, kuis dan lain-lain tidak bisa dipisahkan
dari iklan. Melalui iklan televisi ini, para produsen dan kreator iklan berharap hasil karyanya dapat
diterima komunikan. Untuk itu kreator iklan. harus dapat memberikan persepsi yang jelas tentang
iklan yang dibuatnya.
Kata kunci: iklan televisi, persepsi iklan.
ABSTRACT
Private televisions have taken a role in the fast growing of advertising world in Indonesia.
The ascent of the private televisions with their commercial programs has shifted the position of
printed and radio commercials. All programs in the television such as entertaintment, news,
movies, quizzes, etc. are inseparable with TV commercials. Through these commercials,
advertising producers and their creative team expect their commercials, advertising producers
and their creative team expect their works perceived by the public. accordingly, TV commercial
creators should give a clear perception of the ad they made.
Keywords: tv commercials, advertisement perception.
PENDAHULUAN
Industri periklanan di Indonesia meningkat pesat setelah munculnya televisi
swasta. Dengan adanya televisi swasta masyarakat bisa menikmati berbagai tayangan
hiburan, informasi, olahraga, kesenian dan sebagainya. Hampir semua acara televisi
swasta padat dengan iklan. Sekali “break” bisa 10 jenis iklan dimunculkan. Pemahaman
komunikan terhadap pesan iklan tergantung atas persepsi masing-masing yang menikmati
iklan tersebut. Sementara itu, persepsi komunikan terhadap suatu iklan menentukan
berhasil tidaknya suatu iklan. Kreator iklan idealnya sudah memperhitungkan secara
matang impact persepsi tersebut. Dalam perkembangannya terakhir, banyak iklan yang
harus diganti atau direvisi karena alasan dari persepsi komunikan.
IKLAN TELEVISI DALAM PERSEPSI KOMUNIKAN (Deddi Duto Hartanto)
Masih ingat kasus iklan Kopi Torabika ?. Seorang laki-laki melihat acara
televisi. Muncul seorang wanita memberikan kopi . Pada adegan ini menggambarkan
wanita berjalan mendekat, kamera tepat mengarah pada dada wanita. “Pas…Susunya !”.
Masyarakat bereaksi. Iklan Kopi Torabika dihentikan penayangannya. Visual yang
kontroversial itu harus diganti. Demikian pula dengan iklan produk wanita Vaseline
Intensive Care. Visual iklannya menampilkan gambar seorang gadis terlentang,
bercelana pendek, dengan kakinya yang mulus diangkat lurus ke atas. Bunyi naskahnya,
“Smoth Legs and Feet, kaki 40 % lebih halus, lebih lembut”. Iklan ini ingin membuktikan
kepada audience, bahwa kalau Anda menggunakan produk ini hasilnya akan seperti ini.
Tapi sementara orang mempunyai persepsi yang berbeda. Iklan ini mengundang protes
dari berbagai kalangan dan dianggap sebagai iklan yang porno.
Contoh lain dijumpai pada produk sabun Citra. Visual iklan menampilkan seorang
gadis Jawa mandi dengan setting sebuah desa alami dan sejuk. Di sini kesan tradisional
terasa kental .Setelah beberapa kali muncul di televisi dan dievaluasi ternyata persepsi
image yang diharapkan melenceng. Segmentasi pasar yang diharapkan adalah kelas
menengah ke atas, tetapi justru yang banyak membeli sabun Citra kelas menengah bawah
utamanya wanita pedesaan. Akhirnya visual iklan harus diubah. Setting visual tak lagi
mandi di desa, tapi memakai bak mandi yang serba “wah”.
Kemenarikan dan mahalnya suatu iklan tidak bisa dijadikan ukuran keberhasilan
suatu iklan. Disini persepsi komunikan terhadap iklan ternyata lebih menentukan.
PERKEMBANGAN DUNIA PERIKLANAN
Terobosan kemajuan teknologi berdampak mengubah perilaku manusia. Keinginan
memenuhi kebutuhan pokok yang semula sederhana berkembang menumbuhkan
kebutuhan lain yang semakin kompleks. Barang-barang untuk memenuhi kebutuhanpun
makin banyak dan memunculkan persaingan dalam menawarkan produknya. Salah satu
cara efektif untuk menawarkan produk adalah dengan beriklan. Dalam memperkenalkan
produk tersebut kepada konsumen dibutuhkan strategi periklanan yang tepat. Disini
produsen bekerjasama dengan advertising agency untuk dibuatkan konsep iklan yang
tepat. Sejak kehadiran televisi swasta biro iklan di Indonesia telah berkembang secara
pesat. Dalam perkembangannya sekarang diperkirakan sudah ribuan perusahaan
periklanan hadir sebagian besar berkedudukan di Jakarta. Dari jumlah itu 10 besar teratas
Merupakan afiliasi dengan biro iklan asing. Menurut (Cakram edisi Desember 1997/166)
biro iklan asing, utamanya Amerika Serikat, Indonesia merupakan pasar penting di Asia
seperti halnya Cina dan India. Pasar di negara maju tumbuh di bawah lima persen,
sementara itu pasar negara berkembang tumbuh pesat. Jika industri periklanan di
Amerika Serikat tumbuh sekitar dua hingga tiga persen, di Indonesia angkanya sepuluh
kali lebih besar, bahkan mungkin lebih dari itu.
Banyaknya biro iklan asing yang berafiliasi dengan biro iklan lokal merupakan
suatu gejala yang tidak bisa dihindari bersamaan dengan kebijaksanaan Pemerintah
membuka peluang investasi asing untuk mempercepat pembangunan di Indonesia.
Bahkan dari sepuluh pasar penting di Asia Pasifik hanya Jepang dan Korea, biro iklan
lokal dapat tampil dominan di lima besar biro iklan setempat. Seperti yang diungkapkan
Waheed Batti (Majalah Cakram edisi Desember 1997/166) Jepang memiliki besaran
ekonomi jauh di atas negara Asia lainnya. Secara signifikan hal itu serupa dengan Korea,
selain itu baik Jepang maupun Korea merupakan dua negara yang memiliki budaya yang
sangat kuat. Yang memiliki rasa nasionalisme untuk betul-betul berdiri sendiri. Dengan
segala bentuk proteksi ala Chaebol di masa awal, Korea dan Jepang berhasil menciptakan
industrinya dan sekaligus menciptakan industri periklanan yang kokoh.
Industri Periklanan memang memerlukan kreatifitas, karena masyarakat selalu
membutuhkan hal-hal yang baru. Inilah suatu tantangan bagi biro iklan lokal untuk siap
bersaing dengan biro iklan yang berafiliasi dari luar.
IKLAN TELEVISI
Semenjak munculnya beberapa televisi swasta, semenjak itu pula iklan televisi
menjadi primadona media beriklan. Menurut Farbey (1987) televisi merupakan media
yang banyak disukai kalangan pengiklan karena akibat yang ditimbulkannya. Televisi
menggunakan warna, suara, gerakan, dan musik. Selain itu pemirsanya dapat diseleksi
menurut jenis program dan waktu tayangannya. Televisi adalah media yang mampu
menjangkau wilayah luas, dapat dimanfaatkan oleh semua pengiklan untuk tes pemasaran
atau peluncuran suatu produk baru. Menurut Media Scene 1998/1999 belanja iklan di
televisi semenjak 1995 sampai 1999 selalu menduduki peringkat I (lihat tabel).
Iklan televisi menurut Sutedjo Hadiwasito (1996) dapat diklasifikasikan dalam
beberapa kategori pesan visual yang disampaikan yaitu:
• Fakta (langsung tanpa embel-embel, fakta yang dibumbui atau didramatisir).
IKLAN TELEVISI DALAM PERSEPSI KOMUNIKAN (Deddi Duto Hartanto)
• Perbandingan (perbandingan langsung dua produk yang saling bersaing di pasar).
• Kisah hidup (memperlihatkan ka itan produk dengan pemakai dalam keadaan normal).
• Gaya hidup (lebih menitik beratkan pada gaya hidup seorang atau lebih yang
merupakan pemakai dari produk tersebut).
• Fantasi (khayalan tentang produk yang bersangkutan atau penggunaannya).
• Still life (menggambarkan produk-produk dalam keadaan diam, namun dibuatnya
menarik dengan permainan kamera).
• Demontrasi (demonstrasi penggunaan produk).
• Metafor (meminjamkan benda lain sebagai simbol atau gambaran yang terdekat
dengan suatu produk).
• Image (menggambarkan suasana hati atau sebuah citra).
• Musikal (menyajikan satu orang atau lebih yang menyanyikan sebuah lagu yang
berkaitan dengan sebuah produk).
• Karakter (menciptakan simbol atau karakter yang melambangkan sifat sebuah
produk).
• Drama (dramatisasi dari kegunaan atau manfaat sebuah produk).
• Reportase (menampilkan seseorang yang mewakili perusahaan atau produk dengan
komentar atau berita tentang produk yang bersangkutan).
• Testimonial (menampilkan seseorang yang mewakili perusahaan atau produk dengan
komentar atau berita tentang produk yang bersangkutan).
• Teknis (hal-hal teknis sekitar produksi sebuah produk untuk memperkuat citra).
• Bukti Ilmiah (bila ada bukti-bukti ilmiah bisa memperkuat produk).
• Analogi (meminjam daya tarik benda lain yang sesungguhnya ytak berhubungan
langsung).
• Humor (iklan yang bisa mengambil bintang utama pelawak)
Meskipun jalan cerita atau visual iklan televisi menarik belum tentu komunikan
yang dituju mengerti maksud pesan yang disampaikan. Disini persepsi komunikan sangat
berperan untuk menentukan keberhasilan iklan.
PERSEPSI IKLAN SEKSUALITAS
Tampilan iklan-iklan yang mengarah ke kegiatan seksual biasanya menarik, bagi
masyarakat golongan tertentu. Contohnya visualisasi beberapa produk obat kuat atau
Suplemen yang sering “nyrempet” ke hal-hal yang cenderung berbau seks. Padahal
rambu-rambu seksualitas sudah diatur dalam Tata Krama Periklanan Indonesia. Kenapa
masih bisa lolos ?. Berikut ini diberikan beberapa contoh iklan yang “nyrempet” ke arah
konotasi seksualitas.
Supertin
Produk multivitamin ini sempat melejit dengan keyword-nya “Lho...kok loyo...?”.
Dari keyword inilah muncul persepsi masyarakat bahwa “lho kok loyo” berarti seseorang
yang tidak mampu menyelesaikan aktivitas seksual.
Hemaviton
Iklan terbaru Hemaviton menampilkan dialog artis Meriam Bellina dan Inneke
Koesherawati yang akan menikah. Inneke meminta saran kepada Meriam Bellina
mengenai rahasia membahagiakan suami. Tayangan iklan diakhiri dengan adegan rambut
Inneke yang basah sehabis keramas. Persepsi masyarakat terhadap rambut basah Inneke
serta ungkapan kepuasan “luar biasa” ini sekali lagi bermuatan seksualitas.
Kuku Bima Ginseng
Iklan ini sempat menghebohkan masyarakat. Dialognya yang berbunyi “belum
game kok sudah keluar...?” dipersepsikan komunikan sebagai ungkapan berbau seks yang
tak layak tayang. Mungkin agak sulit memvisualkan iklan yang jelas-jelas memang obat
kuat, dari visual dan kata-katanya yang vulgar membuat iklan Kuku Bima Ginseng harus
direvisi kembali iklannya yang jelas “masih bisa lagi.....!”, tetap tayang lagi.
Kondom Artika
Dalam Media Indonesia iklan Kondom Artika dianggap bagai buah Simalakama,
barangkali inilah perumpamaan yang sesuai buat munculnya iklan kondom. Alat
kontrasepsi ini sangat dibutuhkan, baik untuk pengaturan kehamilan atau pencegahan
penularan penyakit, tapi di lain pihak budaya kita masih menganggapnya tabu, sehingga
waktu iklannya muncul, orang ramai-ramai protes dianggap tidak pantas. Bagi sebagian
orang menangkap pesan iklan Kondom Artika yang visualnya tidak terlalu vulgar hanya
setting-nya suasana malam hari lebih mendekati penggunaan produknya. Mungkin kalau
kita cermati arti kata meong yang diucapkan akan sangat paham maksud arti kata
tersebut. Dan kasus yang membuat iklan Kondom Artika mendapat teguran adalah jam
tayangnya yang tidak sesuai dengan kesepakatan. Kondom Artika tayang di jam-jam
prime time di seluruh televisi swasta, inilah yang membuat Kondom Artika bermasalah.
prime time di seluruh televisi swasta, inilah yang membuat Kondom Artika bermasalah.
PERSEPSI IKLAN ROKOK
Salah satu kategori iklan yang dibatasi adalah iklan rokok. Batasan yang ditulis
dalam Kode Etik Periklanan adalah iklan rokok tidak boleh memperlihatkan produknya
serta penggunaannya. Tapi dalam perkembangan terakhir sudah banyak beberapa produk
yang mendekatkan visual rokoknya dengan color image, kemasan luar, atau korek api
yang dinyalakan. Karena batasan itulah tampilan iklan rokok banyak memberikan image
atau simbolisasi visual iklannya. A-Mild salah satu produk dari Sampoerna tampilan
iklannya bervariasi mulai How Low Can You Go sampai Badai Pasti Berlalu. Pall Mall
dengan visual yang cukup menarik mencoba mendekati kehidupan gaya kelas menengah
yang biasanya bersosialisasi pada malam hari. Rokok Djarum semakin intensif melalui
program Liga Italia dan Inggris tampilan iklannya lebih memamerkan “rasa”. Djarum
Super “Yang Penting Rasanya Bung”, sementara Djarum Coklat dengan “Djarum
Gurih, Djarum Harum, Djarum Nikmat. Rokok Marlboro visual iklannya tampil
konsisten dengan “koboi Amerikanya”, Wismilak mencoba mendekatkan sebuah
keberhasilan seperti dalam iklan terbarunya yang mirip Marlboro. Semua tampilan
dalam iklan rokok berusaha membangun citra merek kepada konsumen dengan
pendekatan simbolis. Tapi kadang dengan visual iklan yang simbolis tersebut membuat
konsumen tidak mengerti apa maksud iklannya.
PERSEPSI IKLAN PERBANDINGAN
Masih ingat dengan visual iklan obat nyamuk semprot Force Magic. Iklannya yang
langsung tampil dengan pendekatan perbandingan dengan merek lain ini langsung
menyulut kontroversi. Pesan yang disampaikan dalam iklan Force Magic adalah
menjelaskan dampak bahan beracun yang menyebabkan penyakit kanker. Tapi dalam
visual iklannya Force Magic seakan “menuduh” obat nyamuk semprot terkenal
(Baygon). Dalam iklan televisi produk kompetitor ditampilkan dengan warna yang sama
tapi tanpa diperlihatkan nama produknya. Kemudian iklan perbandingan yang lain yang
mengundang kontroversial adalah iklan Adem Sari yang menampilkan visual produk
lain tapi tidak diperlihatkan secara jelas. Menampilkan produk sejenis sesama kompetitor
tidak diperbolehkan dalam Tata Krama Periklanan Indonesia, selain bisa membuat perang
sesama produk sejenis, juga semakin membingungkan konsumen yang dituju.
PENUTUP
Bagi kreator iklan membuat iklan tentunya sudah dipertimbangkan secara matang
dan diharapkan iklannya bisa berhasil memberikan image di benak konsumen pada
akhirnya produknya juga laku terjual. Tapi kadang memberikan image di benak
konsumen tidak mudah, konsumen sudah mulai kritis dan jeli, konsumen tidak asal
menerima, jadi disini persepsi iklan mejadi penting sekali.
Iklan Supertin dengan keyword-nya lho..kok loyo..? sangat melekat dipikiran
masyarakat, bahkan sampai pelosok tanah air. Tapi seperti yang ditulis Rita SE dalam
Media Indonesia ternyata banyak pria mengaku enggan menggunakan obat tersebut,
karena ada rasa malu ketika membeli. Mereka malu dan takut dibilang loyo karena ada
kesan konsumen yang membeli obat tersebut loyo. Dan bagi pria tentu saja sebuah
penurunan harga diri bila kekuatan seksualnya dianggap loyo.
Begitu halnya dengan iklan Kuku Bima Ginseng, “Belum game kok sudah
keluar..?” kasusnya hampir sama, para pria tentu saja malu pergi ke warung hanya takut
dicap tidak perkasa. Banyaknya produk obat yang mengarah pada kekuatan, iklannya
mengarah pada seksualitas dipersepsikan orang sebagai iklan seksualitas. Iklan seperti
apa sebenarnya yang bisa dikategorikan berkonotasi seksual dan semacamnya bahkan
sampai pornografi. Batasan yang jelas masalah iklan berkonotasi seks harus
disosialisasikan kembali kepada para kreator iklan. Tidak bisa disalahkan para kreator
iklan membuat pesan atau tampilan iklan dibuat sedemikian rupa secara sengaja dengan
harapan iklan yang dibuat pasti dipermasalahkan dan pada akhirnya jadi terkenal. Seperti
yang diungkapkan Presdir Artek Advertising, Abdul Manan AR yang membuat iklan
jamu (Kuku Bima Ginseng) pilihan kreatifnya dibuat “nyeleneh” memang disengaja
karena cara pengucapan semacam itu (Belum game kok sudah keluar…?) lebih disenangi
kalangan bawah yang menjadi khalayak sasaran. Berarti konsumen mempersepsikan iklan
jamu sebagai iklan yang mengarah seksualitas memang sudah direncanakan oleh kreator
iklan dan bagian dari strategi kreatif.
Dalam kasus iklan perbandingan batasan-batasan “membandingkan” harus jelas.
Apakah dengan menyebut merek, menyertakan kemasan atau atribut simbolis milik
kompetitor diperbolehkan?. Karena memang sulit dihindari, kondisi persaingan yang sengit.
semakin keras apalagi produknya sama sangat mungkin ide seorang kreator iklan
mengarah kepada “membandingkan” produk yang sama beda mereknya, tentunya produk
yang ditampilkan punya kualitas yang lebih dari produk kompetitornya. Iklan
perbandingan inilah yang kadang membuat persepsi konsumen menangkap hal ini
merupakan persaingan yang tidak sehat saling menampilkan kelemahan produk. Dan
membandingkan juga tidak mudah seperti Force magic yang secara vulgar menghantam
Baygon sang pemimpin pasar kategori produk obat nyamuk semprot. Force Magic
melakukan perbandingan dengan menggunakan data yang akurat untuk dapat
mengalahkan kompetitornya. Tapi apabila data dianggap kurang akurat dan “asal tembak”
apa jadinya penilaian konsumen nanti.
Kalau iklan yang mengarah seksualitas dan perbandingan batasan-batasannya
masih belum jelas, tetapi untuk iklan rokok kebalikannya selain tidak boleh menampilkan
produknya langsung, juga visual orang merokok. Batasan itulah yang membuat iklan
rokok tampil dengan pendekatan simbolisme. Karena berbentuk simbolis pesan yang
disampaikan bisa dipersepsikan macam-macam, seperti A-Mild tampil menarik perhatian
orang dan membuat orang bertanya-tanya penasaran apa maksud iklan rokok A-Mild
yang selalu berubah dan masih sulit dipahami. Kemudian Djarum Super dengan
kekuatan rasa iklannya tampil dengan bahasa lambang gerakan tangan. Ada beberapa
produk rokok lain yang menganggap dengan simbolisasi pesan yang disampaikan belum
tentu tertangkap jelas oleh konsumen, maka muncul iklan rokok lain yang sengaja tampil
lebih sedikit vulgar memperlihatkan bentuk kemasannya dan berdurasi pendek hanya 5
detik, dalam tayangan iklannya seperti rokok Kennedy, Marcopolo, Saritoga,
Bokormas, Sukun dan lain-lain, dipersempitnya durasi dari 30 detik ke 5 detik dengan
tujuan selain biaya tidak terlalu tinggi juga pertimbangan iklan rokok tidak perlu berteletele,
pendek tapi jelas dan persepsi dari pemirsa tidak sulit, langsung pada sasarannya.
Sekali lagi menyamakan persepsi memang sulit, kadang kreator iklan
mengharapkan persepsi iklan yang dibuat tidak terlalu jauh dari persepsi yang ditangkap
target audience-nya. Karena merek dibangun untuk mendapatkan persepsi kualitas yang
baik dari konsumen. Iklan yang memberikan persepsi kualitas dan netral dalam
segmentasi pasar adalah produk sabun Lux. Konsistensi membangun citra merek yang
baik membuat masyarakat dari kalangan menengah bawah sampai keatas tetap memilih
Lux sebagai pilihan sabun mandi mereka. Konsistensi positioning iklannya dengan
mengambil bintang –bintang film terkenal sesuai perkembangan jaman membuat persepsi
dan citra yang baik bagi konsumen. Tampilan iklannya tidak berkonotasi seksualitas,
bintang film terkenal sebagai bintang iklannya bukan bintang film sembarangan (bintang
film panas). Semua dikemas sedemikian rupa guna mendapatkan persepsi dan citra yang
baik di mata konsumen. Tidak salah keyword sabun Lux dari dulu sampai sekarang orang
masih mengingatnya (sabun kecantikan bintang-bintang film) iklannya berubah sesuai
perkembangan jaman, karakternya masih tetap sama.
mengarah kepada “membandingkan” produk yang sama beda mereknya, tentunya produk
yang ditampilkan punya kualitas yang lebih dari produk kompetitornya. Iklan
perbandingan inilah yang kadang membuat persepsi konsumen menangkap hal ini
merupakan persaingan yang tidak sehat saling menampilkan kelemahan produk. Dan
membandingkan juga tidak mudah seperti Force magic yang secara vulgar menghantam
Baygon sang pemimpin pasar kategori produk obat nyamuk semprot. Force Magic
melakukan perbandingan dengan menggunakan data yang akurat untuk dapat
mengalahkan kompetitornya. Tapi apabila data dianggap kurang akurat dan “asal tembak”
apa jadinya penilaian konsumen nanti.
Kalau iklan yang mengarah seksualitas dan perbandingan batasan-batasannya
masih belum jelas, tetapi untuk iklan rokok kebalikannya selain tidak boleh menampilkan
produknya langsung, juga visual orang merokok. Batasan itulah yang membuat iklan
rokok tampil dengan pendekatan simbolisme. Karena berbentuk simbolis pesan yang
disampaikan bisa dipersepsikan macam-macam, seperti A-Mild tampil menarik perhatian
orang dan membuat orang bertanya-tanya penasaran apa maksud iklan rokok A-Mild
yang selalu berubah dan masih sulit dipahami. Kemudian Djarum Super dengan
kekuatan rasa iklannya tampil dengan bahasa lambang gerakan tangan. Ada beberapa
produk rokok lain yang menganggap dengan simbolisasi pesan yang disampaikan belum
tentu tertangkap jelas oleh konsumen, maka muncul iklan rokok lain yang sengaja tampil
lebih sedikit vulgar memperlihatkan bentuk kemasannya dan berdurasi pendek hanya 5
detik, dalam tayangan iklannya seperti rokok Kennedy, Marcopolo, Saritoga,
Bokormas, Sukun dan lain-lain, dipersempitnya durasi dari 30 detik ke 5 detik dengan
tujuan selain biaya tidak terlalu tinggi juga pertimbangan iklan rokok tidak perlu berteletele,
pendek tapi jelas dan persepsi dari pemirsa tidak sulit, langsung pada sasarannya.
Sekali lagi menyamakan persepsi memang sulit, kadang kreator iklan
mengharapkan persepsi iklan yang dibuat tidak terlalu jauh dari persepsi yang ditangkap
target audience-nya. Karena merek dibangun untuk mendapatkan persepsi kualitas yang
baik dari konsumen. Iklan yang memberikan persepsi kualitas dan netral dalam
segmentasi pasar adalah produk sabun Lux. Konsistensi membangun citra merek yang
baik membuat masyarakat dari kalangan menengah bawah sampai keatas tetap memilih
Lux sebagai pilihan sabun mandi mereka. Konsistensi positioning iklannya dengan
mengambil bintang –bintang film terkenal sesuai perkembangan jaman membuat persepsi
dan citra yang baik bagi konsumen. Tampilan iklannya tidak berkonotasi seksualitas,
bintang film terkenal sebagai bintang iklannya bukan bintang film sembarangan (bintang
film panas). Semua dikemas sedemikian rupa guna mendapatkan persepsi dan citra yang
baik di mata konsumen. Tidak salah keyword sabun Lux dari dulu sampai sekarang orang
masih mengingatnya (sabun kecantikan bintang-bintang film) iklannya berubah sesuai
perkembangan jaman, karakternya masih tetap sama.
KEPUSTAKAAN
Alif, Gunawan M. Konsolidasi Merek dan Biro Iklan Global, Majalah Cakram,
Desember 1997/166
Farbey,AD. How to Produce Succesful Advertising, Marketing in Action Series, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 1997
Hadiwasito, Sutedjo. Penyusunan Pesan, Makalah Pendidikan Creative dan Account ,
PPPI Jawa Tengah, 3-4 Mei 1996
Ismiani, Nanik. Menyiasati Rambu-Rambu Etika, Majalah, Cakram Maret 1998/169
Kusumowidagdo, H Wimpi. Perkembangan Industri Periklanan, Program Pendidikan
dan Pelatihan Bidang Usaha Jasa Periklanan, PPPI DKI Jakarta, 21-26 Maret 1994
MGA. Berkat Dukungan Klien , Majalah Cakram, Desember 1997/166
Media Scene 1998/1999. Advertising Expenditures by type of Media 1995 – 1999
Prihmantoro, Heru. Iklan Kondom Selain Jualan, Masih Ada Soal Etika.”Meong” dan
Dahi yang Berkerut, Media Indonesia, 6 April 1999
SE, Rita. Multivitamin Mengapa Diiklankan Obat Kuat, Media Indonesia 10 Desember 1998
Wikom, Asmono. Beralihnya Perokok , Majalah Cakram, Maret 1998/169
Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain –Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/design/22
Sumber: Majalah Cakram Maret 1998/169
Sumber: Majalah Cakram Maret 1998/169
http://puslit.petra.ac.id/journals/design/
No comments:
Post a Comment