4. PEMERINTAH
Terdapat pengawas yaitu pemerintah yang berinteraksi dengan atau mempengaruhi aktivitas mengambilan keputusan pengiklan dengan berbagai cara. Kebanyakan produk, dalam praktik pengiklanannya dibatasi oleh serangkaian aturan pemerintah. Hal ini menyangkut berbagai kepentingan seperti norma-norma kesusilaan, kesehatan, keselamatan penggunaan, ataupun pemerataan pendapatan (kesenjangan kaya miskin).
Pemerintah, tahun 1981, yang saat itu diwakili oleh Departemen Penerangan bekerja sama dengan
a. ASPINDO (Asosiasi Pemrakarsa dan Penyantun Iklan Indonesia), mewakili pengiklan ,
b. P3I (Persatuaan Perusahaan Periklanan Indonesia), mewakili biro iklan,
c. BPMN/SPS (Badan Periklanan Media/Serikat Penerbit Surat Kabar), mewakili pemilik media cetak,
d. PRSSNI (Persatuan Pengusaha Siaran Radio Swasta Niaga Indonesia), mewakili pemilik radio,
e. GPSI (Gabungan Pengusaha Bioskop Indonesia), mewakili pemilik bioskop --
merancang dan menuyusun kode etik periklanan yang diberi nama Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia. Kode etik ini dari waktu ke waktu mengalami perbaikan hingga saat ini yang dikenal adalah Tata Krama dan Tata Cara Periklanan di Indonesia yang Disempurnakan.Kode etik ini menjadi acuan bersama bagi para pengiklan, biro iklan, dan media menjalankan profesinya.
Dalam dunia periklanan yang menjadi target audience-nya adalah konsumen. Dengan demikian, konsumen harus diperhatikan oleh pengiklan, biro iklan, dan media. Untuk itu, pemerintah melindungi konsumen dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Iklan yang dibuat tidak boleh melanggar kode etik dan Undang-undang ini.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment