Dikutip dari kumpulan surat-surat R.A. Kartini yang dibukukan dengan judul "Habis gelap terbitlah terang" cetakan tahun 1992, Balai Pustaka.

Hlm 48
"Kata "Aku tiada dapat!" melenyapkan rasa berani. Kata "aku mau!" membuat kita mudah mendaki puncak gunung."

Hlm 50
"Perbuatlah sekehendak hatimu, menahan paksaan jaman tiada engkau akan dapat."

Note: Surat ini (1900) bercerita tentang pandangan Kartini terhadap orang Belanda yang mulai merasakan bahwa orang Jawa mulai bergerak maju. Meski perlahan, dia yakin, suatu hari nanti rakyat bisa merdeka. Kalau memang sudah saatnya perubahan terjadi, pasti itu akan terjadi. Sekarang, pelan-pelan, negara kita berubah dengan adanya KPK, dll. Pelaaaannnn bangeeettttt, tapi pasti... harusnya Indonesia bisa mengejar ketertinggalan. Dimulai dengan rakyat yang optimis. Kalau mengharapkan perubahan dimulai dari pemimpinnya, nanti jadi enggak optimis lagi, deh :P Kartini enggak pernah cerita kekejaman orang Belanda dalam suratnya karena keluarganya mendapat perlakuan baik bahkan banyak ditolong oleh orang Belanda.

Lebih jauh lagi tentang SDM bisa dibaca di Hlm 51 dan 53.
Diceritakan, perjuangan orang-orang yang mau membuat perubahan itu memiliki tingkat kesulitan ganda. Bukan hanya melawan penjajah yang tidak suka melihat kita maju, tapi juga melawan ketawaran hati orang-orang (rakyat sendiri) yang ingin dibantu. Yah.. intinya, karena alasan tradisi dan budaya, banyak orang enggan menerima perubahan. Tidak selamanya maksud baik dan bantuan bisa diterima dengan baik juga.

Hlm 54
"Dari dahulu-dahulu, di kalangan mana juapun, perintis jalan kemajuan itu, menanggung sengsara, hal itu kami ketahui."

Hlm 57 Bercerita tentang isu poligami. Sejak dulu isu ini sudah jadi perdebatan sosial yang puanjaaangggggg, tidak terkecuali bagi kaum feminis seperti Ibu K ini. Khusus topik yang satu ini, gue ga bakal bahas panjang lebar supaya ga memunculkan potensi konflik yang berbau SARA.

Hlm 67
"Dan gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tidak akan sanggup lagi hidup di dalam dunia nenek moyangnya."

Hlm 77
"Dan biarpun saya tiada beruntung sampai ke ujung jalan itu, meskipun patah di tengah jalan, saya akan mati dengan merasa berbahagia, karena jalannya sudah terbuka dan saya ada turut membantu mengadakan jalan yang menuju ke tempat perempuan Bumiputra merdeka dan berdiri sendiri."

Note: Ucapannya bagi rakyat pada masa itu mungkin dianggap terlalu tinggi, tapi beliau sadar bahwa harus ada orang yang membuka jalan. Meskipun dia tahu hasilnya tidak bisa dinikmati oleh generasinya, itu tidak membuatnya bermalas-malasan.

Masih dari Hlm 77
"Jalan kepada Allah dan jalan kepada padang kemerdekaan hanyalah satu. Siapa yang sesungguhnya jadi hamba Allah, sekali-kali tiada terikat kepada seorang manusia, sebenar-benarnya merdekalah dia."

Note: Huaaaaaaaaaaaa.. dahsyatttt. Merinding lho pas baca ini hehe :P

Hlm 102
"Kami tiada mau percaya hidup kami akhirnya akan biasa saja... tiada bedanya dengan ribuan orang sebelum dan kemudian daripada kami.
Note: Jadi beda bukan kewajiban. Menurutku, keinginan untuk membuat perubahan itu datang dari dalam diri sendiri."

Hlm 110
"Karena kami perintis jalan, haruslah kami menentang dan menunjukkan segala perlawanan dan sangkaan dan sudah tentulah daya upaya itu akan mendatangkan banyak kecewa dan duka cita. .... Ibu Bapak yang manakah yang tiada akan berat dan kecut hatinya mengurbankan anak-anaknya kepada kehidupan yang sukar, yang penuh perjuangan dan rasa kecewa, nasib semua orang perintis jalan?"

Hlm 111
"Salah satu daripada cita-cita yang hendak kusebarkan ialah: Hormatilah segala yang hidup, hak-haknya, perasaannya, baik tidak terpaksa baikpun karena terpaksa, haruslah juga segan menyakiti mahkluk lain, sedikitpun jangan sampai menyakitinya. Segenap cita-citanya kita hendaklah menjaga sedapat-dapat yang kita usahakan, supaya semasa mahkluk itu terhindar dari penderitaan, dan dengan jalan demikian menolong memperbagus hidupnya: dan lagi ada pula suatu kewajiban yang tinggi murni, yaitu "terima kasih" namanya."

Hlm 112
"Kalau hendak mengubah pikiran dan perasaan kami, haruslah diberikan kepada kami, hati yang baru, otak dan darah baru! Siapa yang telah pernah mengenal jiwanya, siapa yang telah pernah mendengar teriaknya meminta "cahaya" dan telah paham akan katanya, maka orang itu tiada akan dapat lagi melupakannya."

Hlm 118
"Adakah yang lebih hina, daripada bergantung kepada orang lain!"

Note: Tulisan ini ada lanjutannya. Kalau dibaca hanya sepotong, pasti banyak yang salah mengartikan. Kartini bilang gini karena dia gregetan melihat banyak wanita seusianya tidak mandiri dan hanya menunggu dikawini saja. Keterikatan pada adat isitiadat juga salah satu penghalang untuk maju. Ini menurutnya, lho. Sekarang saja, tidak semua orang bisa berpikiran semaju itu. Makanya, Kartini pada masanya pasti dikatain gila kali, ya?

Hlm 120
"Teruslah bermimpi, teruslah bermimpi, bermimpilah selama engkau dapat bermimpi! Bila tiada bermimpi, apakah jadinya hidup! Kehidupan yang sebenarnya kejam"

Note: Jangan takut bermimpi, tapi jangan keseringan bermimpi juga. Harus diimbangi dengan usaha :)

Hlm 124
"Ikhtiar! Berjuanglah membebaskan diri... jika engkau sudah bebas karena ikhtiarmu itu, barulah dapat engkau tolong orang lain."

Hlm 141
"Tuhan sajalah yang akan tahu akan keajaiban dunia; tanganNyalah yang mengemudikan Alam seluruhnya; Dialah yang mempertemukan jalan yang berjauhan letaknya, supaya terjadilah jalan baru."

Note: Alam memang ditulis dengan huruf A besar.Mungkin karena Kartini atau penerjemah menganggap Tuhan hadir dalam Alam, Alam adalah kebesaran-Nya. Mungkin lho, ya. CMIIW.

Hlm 143
"Kata-kata dengan lisan boleh jadi tergores dalam jiwa, tetapi tentulah engkau akui, bahwa banyaklah kata yang dilenyapkan oleh waktu, sekalipun pokoknya masih tinggal tercantum jua; tetapi surat-surat dapat menanggulangi segala kata dengan sebenarnya bilamana saja, dan sekerap yang dikehendaki."

Note: Kalimat ini cukup mewakili isi hati semua penulis di dunia :P

Hlm 147
"Mimpi! Hidup bukanlah mimpi, melainkan keadaan yang nyata, kasar tetapi keadaan yang nyata itu tiadalah usah buruk bila tiada hendak; tiadalah buruk keadaan yang nyata itu, asalkan ada rasa dalam diri kita, rasa suka akan barang sesuatu yang indah."

Note: Mungkin maksudnya, bahagia itu pilihan. Seburuk apapun keadaannya, kalau kita bisa melihat hikmah di balik segala sesuatu, hidup bisa terasa lebih indah.

Hlm 150
"Tetapi sekarang ini, kami tiada mencari penglipur hati pada manusia, kami berpegangan teguh-teguh pada tanganNya. Maka hari gelap gulita pun menjadi terang, dan angin ribut pun menjadi sepoi-sepoi."

Masih Hlm 150
"PekerjaanNyalah yang kami kerjakan; Dia akan mengurniakan kami tenaga melakukan pekerjaan itu. Manakah akan terang, bila tiada didahului gelap gulita. Hari fajar lahir pada hari malam."

Hlm 154
"Karena ada bunga mati, maka banyaklah buah yang tumbuh: demikianlah pula dalam hidup manusia bukan? ---- karena ada angan-angan muda mati, kadang-kadang timbullah angan-angan lain, yang lebih sempurna, yang boleh menjadikan buah."

Hlm 158
"Alangkah indahnya, ada kehendak, ada kesanggupan dan boleh mengerjakannya! Sayang, jarang benar orang yang beruntung dilimpahi ketiga perkara itu."

Hlm 166 >> Dua paragraf terakhir dalam halaman ini sebetulnya penting semua, tapi saya kutip yang paling bagus saja, ya :)

"Kami tahu kami dilindungi Tuhan. ...... Bila kami hendak berbuat baik, maka Dia pun akan membantu kami; bila kami hendak berbuat jahat kami pun tidak akan lepas dari hukumannya"

Dan

"Kami berikhtiar supaya kami teguh sungguh --- sehingga kami sanggup menolong diri kami sendiri. Menolong diri sendiri itu kerap kali lebih sukar daripada menolong orang lain. Dan siapa yang sanggup menolong dirinya sendiri, akan sanggup menolong orang lain dengan lebih sempurna."

Hlm 179
"Lebih banyak kita maklum, lebih kurang rasa dendam dalam hati kita, semakin adil pertimbangan kita dan semakin kokoh dasar rasa kasih sayang. ....... tiada mendendam, itulah bahagia."

Hlm 189 >> Cerita tentang perkenalannya dengan agama lain, tepatnya tentang Yesus, Rasul Petrus, dan Rasul Paulus.

"Apa pedulinya, agama mana yang dipeluk orang dan bangsa mana dia, jiwa yang mulia tetap juga jiwa yang mulia, dan orang yang budiman tetap juga orang yang budiman. Hamba Allah ada di tiap-tiap agama, di tengah-tengah tiap-tiap bangsa."

No comments:

Post a Comment