Sebagai media yang paling kuno, media massa cetak ternyata tidak ketinggalan
jaman. Media jenis ini mampu mempertahankan segmen dan mempunyai pasar sendiri
yang lebih terfokus. Seiring dengan momentum reformasi, muncul beragam media massa
cetak. Tidak sedikit media massa cetak yang harus saling bersaing di tingkat segmen yang
sama. Misalnya, tabloid Go dan Bola yang keduanya bergerak di bidang seluk beluk
olahraga dengan titik fokus sepakbola. Hal serupa terjadi pada tabloid komputer,
misalnya Komputek dan Info Komputer.
Perbedaan seputar kondisi demografi dan psikografi sudah cukup menjadi alasan
bagi terbitnya media massa cetak baru. Jika dulu media massa khusus wanita dibedakan
hanya dari hal-hal yang berkait dengan faktor demografis seperti: tingkat pendidikan,
penghasilan, budaya, dan nuansa keagamaan (contohnya Kartini, Femina, Amanah);
sekarang media massa wanita makin beragam, ragam ini terjadi karena mencuatnya
NIRMANA Vol. 3, No. 1, Januari 2001: 17 - 31
Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain –Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/design/
20
psikografis dalam pola hidup modern seperti gaya hidup, trend, dan sesuatu yang bersifat
spesifik karena implementasi konsep feminis, fun fearless female , atau wishing for a
better life.6 Dengan demikian terbitlah Kosmopolitan, Aura, Nova, Kartini Indonesia,
Kartini 2000, Wanita Indonesia, Prada, dan sejenisnya.
Dari suatu penelitian ditemukan bahwa kecenderungan membeli media massa cetak
di Indonesia lebih rendah daripada di luar negeri, tapi justeru setiap eksemplarnya dibaca
oleh lebih banyak orang7. Beberapa penyebabnya antara lain kesadaran untuk menjadikan
media cetak sebagai sebuah sumber berita masih rendah, harga per eksemplar yang
cenderung tinggi untuk ukuran kebanyakan orang, serta masih kurangnya pemahaman
bahwa media cetak tidak sekedar berita dan artikel.
Sebagai media beriklan, media massa cetak pernah mengalami masa kejayaan,
ketika beriklan di televisi dilarang. Seiring dengan deregulasi iklan televisi, media cetak
menjadi media beriklan yang kalah favorit dibandingkan media televisi, walaupun media
cetak mempunyai spesifikasi yang berbeda dengan media lainnya. Karakter khas yang
melekat pada media cetak menyebabkan iklan-iklannya unggul dalam hal-hal sebagai
berikut:
1. Dicerna lebih lama
Iklan pada media cetak, majalah khususnya, mampu menjabarkan karakter produk
secara lebih lengkap, lebih detail, dan lebih utuh. Produk dan karakter spesifik produk
dengan mudah dapat divisualkan. Hal ini antara lain dapat dicapai dengan menggunakan
trik-trik komputer seperti montage, retouching, atau douching. Sementara itu, dramatisasi
ilustrasi dapat dicapai secara lebih maksimal. Pada iklan Toyota New Starlet 1992,
sedan merah itu digambarkan dapat dipakai sebagai tas, banjo, bahkan skateboard.
6 Majalah SWA 23/XV/ 18 – 28 November 1999 hal. 68
7 Namun ternyata kecenderungan membeli media massa cetak di Indonesia lebih rendah daripada di luar
negeri. Tapi justeru dibaca oleh lebih banyak orang. Menurut Rhenald Kasali (1992), di negara maju sepert
Amerika Serikat, Jepang, dan Australia, satu koran biasanya dibaca oleh satu orang, dan setelah dibaca
langsung dibuang ke tempat sampah. Di Indonesia setiap surat kabar yang beredar, dibaca oleh 3-8 orang, dan
kemudian disimpan, untuk nanti dijual atau ditukar dengan bumbu dapur. Beberapa hal yang menjadi
pertimbangan mengapa terjadi seperti itu adalah, kesadaran untuk menjadikan media cetak sebagai sebuah
sumber berita masih rendah, harga per eksemplar yang cenderung tinggi untuk ukuran kebanyakan orang,
masih kurangnya pemahaman bahwa media cetak tidak sekedar berita dan artikel, namun masih banyak hal
lain yang dapat diambil dari dalamnya, seperti info tentang promosi, kegiatan perdagangan yang mungkin
bermanfaat bagi mereka.
No comments:
Post a Comment